Friday, May 16, 2014

perjalananku part 1



“Udah yakin?” tanya seorang wanita dengan mata yang sudah  berkaca-kaca dan hampir meneteskan air mata. “umi engga setuju! Kamu  perempuan, jangan pergi jauh-jauh, ka faris udah pergi dari rumah, jangan tinggalin umi”. Seketika aku mengingat ka faris yang seminggu lalu menikah dengan mba riri dan aku pun terenyuh mendengar umi memohon untuk aku tidak pergi. Akhirnya keputusanku mantap untuk tidak pergi, aku mengurungkan niatku untuk kuliah di Aceh, karena aku tak ingin melihat umi bersedih karena jauh dari anaknya. Iya, aku adalah anak kesayangan umi. Apa saja yang aku pinta umi selalu menuruti apa yang aku mau, di bandingkan dengan anak umi yang lain karena mungkin aku pernah jadi anak perempuan satu-satunya sebelum ica lahir. Ica adalah anak bungsu dari keluargaku, beda usiaku dengannya kurang lebih 9 tahun.
“yaudah, emah engga jadi pergi, emah kerja aja” kataku sambil tersenyum menenangkan hati umi.

aku coba untuk tersenyum menatap mata seorang wanita yang sangat aku cintai walaupun sebenarnya aku ingin sekali kuliah, aku ingin merasakan jadi mahasiswa, aku ingin mewujudkan cita-citaku jadi wartawan, tapi di sisi lain aku tidak mau ninggalin umi, aku pun sebenarnya tidak  yakin kalau harus berpisah sama umi dalam waktu yang cukup lama. Apa aku bisa? Apa wanita manja seperti aku bisa mandiri tanpa di temani orang tua? Akhirnya aku memilih untuk tidak  mengambil kesempatan ini, aku juga belum siap pergi jauh ninggalin umi.

“siapin bajunya, siapin berkas-berkas yang perlu di bawa. Besok siang kita berangkat, abi udah beli tiket pesawat” ucap abi saat aku menyuapkan makan sahur di mulutku. Aku tersentak mendengarnya, aku jadi tidak bernapsu memakan makanan sahur itu lagi.
“jangan sekarang bi. Abis lebaraan aja
L” ucapku memohon, dan mencoba mencuri pandang pada mata umi, sebaga isyarat agar dapat membantuku untuk memohon pada abi.
“urus dulu kuliahnya, harus daftar ulang kan? Belum lagi kamu harus wawancara”
“tapi bi… abis daftar ulang, emah balik lagi kan? Emah lebaran disini kan?”
“abi engga ada uang untuk kamu pulang pergi, uang abi cukup untuk keberangkatan kamu aja”
mendengar kata-kata itu membuat aku lemas, aku tidak tau harus berbuat apa lagi, aku sudah mengubur niatku dalam-dalam untuk kuliah. Aku ingin menolak tapi bagaimana? Abi sudah membelikan tiket pesawat untukku, aku tak ingin mengecewakan abi. Aku tak ingin melukai hati seorang ayah yang ingin sekali anaknya kuliah dan jadi sarjana. Tapi aku tidak sanggup ninggalin keluargaku, god help me please!
L
Umi tidak bisa apa-apa, abi lah kepala keluarga disini. Ia berhak mengatur apa saja untuk kebaikan keluarga ini. Akhirnya umi setuju aku kuliah di aceh, umi ikhlas melepas aku. Tapi tetap saja aku kenal mata itu. sudah 18 tahun aku mengenali mata itu sejak aku terlahir di dunia ini, mata itu menangis walaupun air mata tidak keluar, aku bisa merasakan kesedihan dari mata itu, walaupun sedang tersenyum sekalipun.
Kaki ku semakin berat melangkah. Di bandara aku berharap ada suatu kejadian yang bisa membatalkan keberangkatanku. Aku berharap pesawatnya keabisan bahan bakar atau semua pilotnya sakit, atau bahkan aku sempat berpikir ada seseorang yang menahanku untuk pergi seperti di film film Indonesia kebanyakan, yang nangis-nangis di bandara dan akhirnya tidak jadi pergi *duh drama banget*. Tapi siapa? Pacarpun aku tidak punya. Nasib jomblo, eh maaf aku ralat, aku single bukan jomblo tolong jangan salah artikan. Hahaha. Setelah kaki ku naik ke pesawat, harapanku musnah, tidak ada yang bisa membatalkaan kepergianku. Ahhhh apa ini sudah takdir? di sepanjang perjalanan  aku tidur, aku sengaja tidur agar tidak kepikiran terus akan hal ini, aku tidak mau menangis di depan abi.
saat menginjakan kaki di Aceh satu hal yang selalu ada di benakku yaitu "aku bakal kena gempa ngga ya?" atau tsunami datang lagi engga ya?” aku buyarkaan lamunanku. Tepat pukul 6 pagi kami tiba di aceh,  kami di jemput om idrus dan ka shalla. Aku sangat asing melihat om dan sepupuku sendiri, ya Allah apa aku bisa tinggal bersama keluarga yang belum pernah ku kenal sebelumnya? Akhirnya kami sampai rumah. huaaaaaaah tubuhku pegel sekali rasanya. Aku ingin tidur. Tapi tidak bisa, aku harus wawancara, hari ini adalah batas terakhir wawancara, sebenarnya bukan hari ini lebih tepatnya kemarin, tapi aku mendapatkan dispensasi. Duhhh baik sekali kampusku ini. Belum sempat aku menyentuh kasur yang empuk itu, aku harus mandi dan pergi ke kampus.
“oh my bed, I’m sorry, I cannot touch you now” dengan tampang sedih aku mengambil handuk dan secepatnya mandi. Aku diantar abi dan ka shalla ke kampus. Di sana semuanya begitu ribet bahkan sangat ribet. Aku harus menunggu seseorang yang ingin  mewawancaraiku, belum lagi harus bolak-balik foto copy berkas yang belum lengkap.
“oke wawancara selesai, pengunguman lulus atau tidaknya nanti akan kami kabari seminggu setelah hari raya idul fitri” ucap seorang bapak yang mewancaraiku dan aku tak tahu siapa namanya
“baik pak, dimana pengungumannya?” tanyaku belum mengerti
“nanti pihak kami akan menelpon anda, atau anda bisa liat di web unimal, atau bisa juga datang lagi kesini untuk tanya lebih jelasnya”
“oh gitu, baik pak, terimakasih” ucapku mengerti lalu meminta izin untuk meninggalkan ruangan
Ada sedikit lega karena sudah selesai wawancara dan sedikit deg-degan karena aku belum tahu lulus atau tidaknya. Tapi setidaknya aku bisa tidur. “Aahhhh my bed I’m coming”……
Bangun tidur aku ikut bergabung di ruang tamu bersama abi dan cik dar. Cik dar adalah adik kandung abi dan bisa di bilang tanteku.
“abi pulang yaaa, jaga diri disini baik-baik” ucap abi pamit pulang, saat itu aku tidak  mengeluarkan satu patah katapun, aku hanya menundukan kepala  dan menangis.
“semoga lulus, biar abi bangga anak abi bisa kuliah. Kalau ada uang sisihin untuk pulang, jangan boros-boros disini” ucap abi lagi, membuat air mataku tidak mampu aku tahan, air mataku keluar semakin deras
“kamu sakit?” tanya abi panik saat aku tak merespons semua yang abi bicarakan tadi. Kemudian cik dar memegang tanganku dan memegang keningku
“panas bang” jelas cik dar kepada abang kandungnya itu
“yaudah kamu istirahat, abi harus pulang malam  ini”
Aku tak tahu apa yang ada di pikiranku, badanku demam. Aku sakit. Setelah kepulangan abi ke bekasi ku pikir semua akan baik-baik saja aku akan sembuh dengan sendirinya ternyata tidak, demamku makin tinggi. Walaupun itu aku tetap puasa tapi tak ada makanan yang aku makan, aku hanya meminum teh hangat saat sahur begitupun buka puasa. Masakan cik dar belum ada yang pas di lidahku. Dan itu membuat keadaanku memburuk, esok paginya aku sesak napas. Napasku terengah-engah bahkan terdengar sangat buruk. Cik dar panik, lalu ia membawaku kerumah sakit.
“apa keluhannya nak?” tanya dokter padaku
aku diam tidak bersuara, hanya napasku yang engga bisa diam
“apa keluahannya?” tanya dokter sekali lagi padaku
“sudah dua hari ini badannya demam, napasnya sesak. Ulu hatinya sakit kalau bernapas. Keponakan saya ini baru datang dari jakarta” cik dar membantuku untuk menjawab pertanyaan dokter, dan itu sedikit membuatku lega. Bagaimana tidak? Untuk berbicara saja aku tak mampu, jika mengeluarkan suara aku butuh banyak sekali oksigen, dan untuk mengambil oksigen saja rasannya aku tak mampu. Dokterpun memeriksaku, hanya memeriksa sebentar ia bisa sangat begitu cepat mengambil kesimpulan dan menyiapkan obat untukku
“jadi keponakan saya sakit apa, dok?” tanya cik dar
“oh keponakan ibu tidak apa-apa, hanya demam biasa. Dan untuk sesak napas ini hanya pertukaran udara saja, karena baru datang dari Jakarta kan?. Mungkin keponakan ibu ini harus beradaptasi dengan udara di aceh ini. insyaAllah dalam beberapa hari keponakan ibu sudah baikan” jelas dokter kepada cik dar
“oh, terima kasih dok” ucap cik dar sambil pamit dan meninggalkan ruangan
Entah dokter itu dukun atau paranormal atau sejenisnya, yang jelas dia benar dalam beberapa hari aku sembuh. Aku sudah lebih baik, panasku turun dan napasku sudah kembali normal. Tapi tetap saja terkurung di kamar membuat aku muak dan aku sangat bosan, rasanya aku ingin cepat-cepat kuliah. “Ku mohon waktu cepatlah berlalu”
Seharian ini aku membantu tante membuat makanan untuk besok. Iya, besok adalah hari raya idul fitri. Banyak masakan yang kami buat ada lontong, rendang, opor ayam, tauco dan masih banyak makanan yang lainnya. Awalnya aku asing kenapa disini lebaran membuat lontong, sedangkan aku di bekasi membuat ketupat. Walaupun rasanya hampir sama tapi tetap saja bentuknya berbeda dan rasanya tidak lebaran kalau tidak ada ketupat.
“AllahuakbarAllahuakbarAllahuakbar LailahaillahuAllahuakbar Allahuakbar Walillailham”
malamnya aku mengurung diri di kamar, takbir membuat dadaku semakin sesak, bahkan sangat sesak aku rindu keluargaku, bagaimana tidak? ini pertama kalinya aku lebaran tanpa mereka. aku rindu umi, aku rindu masakan umi. Sesakku membuat aku tidak bisa tidur, entah sampai jam berapa aku menangis sampai akhirnya mataku lelah dan akhirnya aku ketiduran.
paginya sebelum aku berangkat sholat ied aku sms umi meminta maaf, awalnya aku ingin menelpon tapi aku tidak bisa. Pasti aku nangis dan aku tak mau memperlihatkan kesedihanku pada wanita yang sangat ku cintai itu. Lebaran kali ini benar-benar tidak berkesan buatku semuanya hampa.
Seminggu berlalu pengungumanpun belum di muat di web, aku kebingungan. Bolak balik cek web ternyata hasilnya nihil. Akhirnya aku dan ka shalla memutuskan untuk pergi ke biro menanyakan soal pengunguman bidik misi tersebut.
“namanya siapa?” tanya salah seseorang yang mengurus soal bidikmisi, yang sampai sekarang entah siapa namanya
“zahra… hmm siti Fatimah azzahra” jawabku gugup
“jurusan dan asal darimana?” tanya bapak itu lagi sambil melihat beberapa lembar kertas untuk mencari namaku
“ilmu komunikasi, dari bekasi”
“selamat! Anda lulus bidikmisi”
“apa? Lulus?” tanyaku lagi, kurang yakin
“iya lulus. kenapa? tidak ingin lulus?”
“b..bukan gitu pak, saya tidak percaya saja. Terimakasih banyak pak” ucapku kegirangan
aku tersenyum ke arah ka shalla, akhirnya aku lega bisa mendengar kata lulus. Setelah sampai rumah aku langsung memberitahu umi dan abi. Mereka senang mendengarnya. “Huaaaah akhirnya, saatnya mempersiapkan OSPEK”
Ini adalah hari pertama  OSPEK, aku tak mengenal satu orang pun disini, mereka sangat asing dalam pandanganku. Karena sehari sebelumnya udah ada persiapan OSPEK jadi aku sudah tahu kelompok aku berkumpul dimana. Saat itu aku kelompok 73 mentornya bang ferris dan bang deddy.  setiap ospek pasti ada sesi perkenalan diri perkelompok dan saat aku memperkenalkan diri kalau aku berasal dari Bekasi mereka seperti terkejut gitu sampai ada yang istighfar  terus ada yang bilang
"kok bisa kesasar kesini?" salah satu kelompokku bertanya
"eh engga salah milih kesini?" ditambah pertanyaan lain dari orang yang berbeda
"emang bekasi dimana sih?" belum ku jawab, sudah muncul banyak pertanyaan lagi dan aku bingung harus jawab pertanyaan dari mana dan kesannya aku tuh kaya anak hilang. Aku  jawab seadanya yang aku bisa. Aku  tak tahu apa aku bisa beradaptasi dengan mereka atau tidak yang jelas aku benar benar merasa seperti orang asing berada di tengah meraka.  Hari pertama ospek cukup melelahkan dan esok masih ada hari yang mungkin lebih melelahkan dari ini
“oh my god” ucapku panik saat melihat jam pukul 06:30. Aku telat, semua yang ku lakukan terburu-buru, untung saja hari kedua ini tidak membawa peralatan yang begitu rumit, bekal ku pun di bawa oleh santika. Iya, santika adalah teman baru ku dia mau menolongku membawakan bekal makan siang. Dan benar, aku telat semuanya sudah mendapatkan kelompoknya masing-masing
“maaf kak saya telat” ucapku menyesal sambil menunduk
“udah tau telat ngapain masih disini? Cepat cari kelompoknya! Liat namanya yang di temple disana ” bentak salah satu kakak senior sambil menunjuk kearah dinding yang terdapat beberapa nama kelompok yang sudah ditempel.
aku kebingungan mencari namaku dan ternyata namaku tidak ada, aku kembali bertanya kepada kakak senior
“maaf kak, nama saya tidak ada”
“cari yang bener! Coba cek lagi!”
“udah saya cek berkali-kali kak”
“kalau sampe kakak cek nama kamu ada, awas ya! Sementara kamu masuk ke kelompok albert einsten, cepaaat!”
tanpa pikir panjang aku langsung mencari kelompok albert einsten , aku tanyai satu persatu kelompok yang berpencar, dan akhirnya
“maaf kak saya telat”
“siapa kamu?”
“siti fatimah azzahra, bang”
“engga ada naama kamu di sini, cari kelompok  lain!”
“engga kebagian kelompok bang, disuruh masuk kesini”
“yaudah duduk, makan rotinya abis itu perkenalkan diri”
hari kedua benar-benar buruk. Bukan hanya kerana aku telat tapi namaku tidak terdaftar dalam kelompok,  sapu tanganku pun hilang, belum lagi aku tidak bertemu santika, bekal makan siangku ada di dia dan alhasil aku tidak makan siang untung saja tidak ada pemeriksaan. Ah ku harap ospek prodi tidak seburuk ini
Dari sekian ospek, inilah haari yang aku tunggu-tunggu yaitu ospek prodi. Walaupun aku tidak tahu bagaimanaa ospek prodi itu yang jelas aku tau akaan lebih diperkenalkan tentang ilmu komunikasi lebih dalam oleh kakak dan abang senior komunikasi. Dan ternyata dugaanku benar kami di perkenalkan tentang komunikasi itu apa, bagaimana seorang komunikasi  bekerja nantinya dan diperkenalkan juga konsentrasi-konsentrasi yang ada di unimal.
sebelum makan siang kami diperlihatkan lab komunikasi, disana terdapat tempat siaran radio, tempat penyimpanan beberapa kamera dan tempat studio foto.  karena muatan kapasitasnya sedikit kami masuk secara bergantian. Ada ritual khusus sebelum memasuki ruangan lab yaitu mencium tembok pintu masuk dan mengucapkan “ I LOVE KOMUNIKASI” dengan sangat keras, katanya ini sebagai tanda cinta terhadap komunikasi.
“ayo makan!” Perintah bang fachril seorang ketua himako saat ingin menyuapiku buah plik.
aku menggelengkan kepala “baunya engga enak bang” tolakku sambil memegang tangan bang fachril dan menurunkan tangannya di depan mulutku
“cobain dulu, baunya doing yang engga enak, rasanya enak kali” rayu bang fachril sambil mencoba menyuapiku dan dengan sangat terpaksa aku menggigitnya sedikit kemudian….
“uuueeeeeeeeek” aku memuntahkan buah itu dan mereka menertawakan aku.
“kamu tau itu terbuat dari apa?” tanya nomi teman sebelahku
aku menggelengkan kepala sambi meminum air putih sebanyak-banyaknya untuk menghilangkan rasa enek dalam tenggorokanku
“itu kelapa yang dikeringkan sampe busuk, sampe ada belatungnya. Makin banyak belatungnya makin enak rasanya” ucap nomi sambil memakan buah plik di depanku. Dan itu benar-benar membuatku ingin muntah lagi.
Setelah makan siang kami di kembalikan ke fakultas untuk melanjutkan acara ospek berikutnya.
“Ahmad Naufal Mukhtar dari ilmu komunikasi dan Syuhada Zein dari ilmu politik” ucap bang syahril salah satu host yang sedang membacakan pria terganteng se fakultas

“hah? dia ilmu komunikasi? Tadi seharian bareng anak komunikasi kok engga pernah ngeliat dia? Lumayan ganteng sih, tapi…. Ah biasa aja” ucapku dalam hati saat naufal maju ke depan lapangan.
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com