Aku benci dimana saat-saat kami sedang duduk
berhadapan tapi tidak ada yang mau berbicara duluan, kami sama-sama saling
membisu tanpa ada yang mengeluarkan suara sedikitpun, mungkin yang berbunyi saat
itu hanya detik jam tangan miliknya
“Kamu mau ikut aku?” ajakku pada farel mencoba membuka
suara saat aku sudah mulai bosan
“kemana?” tanyanya penasaran
“paris”
“hah?” gumamnya kaget. “ngapain?” tanyanya lagi
“kemana?” tanyanya penasaran
“paris”
“hah?” gumamnya kaget. “ngapain?” tanyanya lagi
Aku tidak langsung menjawab pertanyaan farel, aku
membuka tas dan mengeluarkan buku jurnalku. Disana aku tunjukan deretan
beberapa impianku. Dan di deretan nomor 36 aku menulis akan pergi ke paris
bersamanya. Paris adalah kota impianku, siapa yang tidak kenal dengan kota
paris? Kota paris adalah kota yang memiliki bangunan indah bergaya klasik yang
juga memiliki nilai sejarah dan kurasa semua orang mendambakan keromantisan
kota paris. Selain eiffle tower, louvre museum juga menjadi salah satu daya
tarik yang membuat aku ingin pergi kesana
“aku ingin ke paris bersamamu!” jelasku padanya
“mengapa harus paris?” tanya farel seolah mengintrogasiku
“hmm, yaa aku engga tau yang jelas aku penasaran sekali merasakan keromantisan kota paris bersamamu rel. kamu tau kan? Paris itu kota paling romantis sedunia loh”
“apakah keromantisan itu berdasarkan tempat?” tanyanya lagi
“mengapa harus paris?” tanya farel seolah mengintrogasiku
“hmm, yaa aku engga tau yang jelas aku penasaran sekali merasakan keromantisan kota paris bersamamu rel. kamu tau kan? Paris itu kota paling romantis sedunia loh”
“apakah keromantisan itu berdasarkan tempat?” tanyanya lagi
Aku terdiam, aku bingung harus menjawab pertanyaan
farel. Seolah pertanyaan itu seperti pertanyaan menjebak
“aira, buatku dimanapun tempatnya, asal aku bersamamu
aku merasa semua hal yang kita lakukan adalah hal yang romantis. Meskipun itu cuma
duduk di tempat sederhana seperti duduk di kantin ini” jelas farel
Lagi lagi farel buatku terdiam, perkataan farel
benar-benar ingin membuatku memeluknya.
farel tertawa kecil “kapan rencanaya pergi ke
paris?” tanyanya
aku mengangkat bahu “entahlah, kurasa aku hurus mengumpulkan banyak uang terlebih dahulu” ucapku murung “yang pasti aku harus selesaikan kuliahku dulu lah rel”
aku mengangkat bahu “entahlah, kurasa aku hurus mengumpulkan banyak uang terlebih dahulu” ucapku murung “yang pasti aku harus selesaikan kuliahku dulu lah rel”
farel mengangguk mengerti
“iyaaa ra, aku ikut” ucapnya
Aku tersenyum
“oh iya kamu punya tempat impian bersamaku?” tanyaku
padanya
Farel menggelengkan kepalanya “tidak” ucapnya tegas
Aku menundukan kepalaku, hampir saja air mataku
menetes. Bagaimana mungkin ia tidak punya tempat impian bersama kekasihnya ini?
“mengapa tidak?” tanyaku mencoba bertanya lebih
dalam
“hmm bukan tidak sih lebih tepatnya”
”lalu?” tanyaku penasaran
“belum kepikiran sampe sejauh itu”
“hmm bukan tidak sih lebih tepatnya”
”lalu?” tanyaku penasaran
“belum kepikiran sampe sejauh itu”
Farel tertawa lagi saat melihatku murung sambil
mengaduk-ngaduk ice cappuccino dengan sedotan. Kemuadian ia menggenggam
tanganku mencoba membuatku berhenti mengaduk
“yang aku pikirkan saat ini cuma bisa secepatnya
lulus kuliah terus dapet pekerjaan yang tetap. dan…..” farel memotong
pembicaraannya
“dan apa?” tanyaku penasaran
“dan mengumpulkan uang untuk meminang wanita di depanku” ucapnya sambil tersenyum “kalau untuk pergi ke tempat-tempat impian bersamamu, aku belum kepikiran ra, kamu punya ide? Lanjutnya
“dan apa?” tanyaku penasaran
“dan mengumpulkan uang untuk meminang wanita di depanku” ucapnya sambil tersenyum “kalau untuk pergi ke tempat-tempat impian bersamamu, aku belum kepikiran ra, kamu punya ide? Lanjutnya
Aku tak bisa berkata apa-apa lagi, aku tak menyangka
ia bisa berpikiran sampai sejauh itu. Kemudian air mataku tak sengaja menetes