“Ai” sapaku pada farel yang sedang asik memandang handphone miliknya
“kenapa lagi kamu?” tanya farel seperti mengerti apa yang aku maksud. “engga biasanya kamu manggil aku Ai” farel menatapku dengan tajam
“kenapa lagi kamu?” tanya farel seperti mengerti apa yang aku maksud. “engga biasanya kamu manggil aku Ai” farel menatapku dengan tajam
Aku tertawa “engga apa-apa”
“jangan pernah temuin aku kalau kamu masih engga mau cerita dan nutup-nutupin semuanya” ucap farel mulai marah “aku tahu maksud kamu ra,”
“jangan pernah temuin aku kalau kamu masih engga mau cerita dan nutup-nutupin semuanya” ucap farel mulai marah “aku tahu maksud kamu ra,”
Aku tersenyum dan mulai angkat
bicara “kenapa kamu masih manggil dia Ai? Aku liat di pesan itu” tanyaku pada
revan
“dari awal aku engga pernah mau bahas ini, tapi kamu selalu ungkit-ungkit masa lalu aku. Apa sih yang kamu cari?” farel mulai mengeraskan suaranya. “dia itu masa lalu aku. Jujur aku masih manggil dia Ai waktu itu, tapi sekarang udah engga. Terlebih saat aku kenal kamu ra, aku udah engga ada kontak-kontakan lagi sama dia, ada sms tapi bukan smsan!”
“kenapa kamu masih nyari dia? Kenapa kamu masih nanya nomor handphone dia ke adiknya lewat pesan? Kenapa rel,?
“aku benar-benar engga ngerti lagi sama kamu ra, aku udah capek sama kamu! Apa salah aku minta nomor dia? Apa salah kalau aku masih mau menjaga silaturahmi sama dia? Mantan engga harus musuhan kan?”
“bisa kan jaga perasaanku? Sedikit aja rel,”
“aira! Sekali lagi aku ngomong sama kamu, aku sama dia itu udah sseperti layaknya adik kakak, engga lebih. Kalau seperti ini seakan-akan kamu engga percaya aku sayang sama kamu, kamu curiga kalau aku masih punya rasa sama dia”
“tapi….”
“dari awal aku engga pernah mau bahas ini, tapi kamu selalu ungkit-ungkit masa lalu aku. Apa sih yang kamu cari?” farel mulai mengeraskan suaranya. “dia itu masa lalu aku. Jujur aku masih manggil dia Ai waktu itu, tapi sekarang udah engga. Terlebih saat aku kenal kamu ra, aku udah engga ada kontak-kontakan lagi sama dia, ada sms tapi bukan smsan!”
“kenapa kamu masih nyari dia? Kenapa kamu masih nanya nomor handphone dia ke adiknya lewat pesan? Kenapa rel,?
“aku benar-benar engga ngerti lagi sama kamu ra, aku udah capek sama kamu! Apa salah aku minta nomor dia? Apa salah kalau aku masih mau menjaga silaturahmi sama dia? Mantan engga harus musuhan kan?”
“bisa kan jaga perasaanku? Sedikit aja rel,”
“aira! Sekali lagi aku ngomong sama kamu, aku sama dia itu udah sseperti layaknya adik kakak, engga lebih. Kalau seperti ini seakan-akan kamu engga percaya aku sayang sama kamu, kamu curiga kalau aku masih punya rasa sama dia”
“tapi….”
sebelum aku melanjutkan perkataanku, farel dengan cepat meninggalkan aku sendirian, ia benar-benar marah padaku.
Tapi sungguh aku tak pernah
ingin membuatnya marah. aku sangat
begitu takut dan ringkih melihat nyalak mata farel yang berapi-api. Aku tak
ingin melihat sorot mata penuh kebencian yang menyiratkan seolah aku tak pantas berada di hadapannya untuk kedua kali.
Aku kehilangan farel yang mencintaiku saat itu.
Air mataku sudah tak tertahan lagi, seperti ada yang memaksanya keluar. Mengapa ia masih belum mengerti kalau aku sangat takut akan kehilangannya, aku takut ia kembali pada cinta pertamanya.
Air mataku sudah tak tertahan lagi, seperti ada yang memaksanya keluar. Mengapa ia masih belum mengerti kalau aku sangat takut akan kehilangannya, aku takut ia kembali pada cinta pertamanya.
Seharian ini farel tidak bisa
dihubungi, ia benar-benar tidak ingin bicara padaku lagi, seolah-olah dia sudah
sangat membenciku karena sudah menuduh dia masih memiliki rasa dengan mantannya. ini sungguh membuat aku gelisah, yang hanya
kulakukan saat itu hanya mencoba menghubunginya berkali-lagi dan pastinya
menangis. Aku tidak bisa melihat ia marah berlama-lama denganku.
Esoknya aku mencoba menunggunya di
depan kelas, sambil mencoba sekuat tenaga menahan tangis
“rel tunggu!” sapaku menahan farel
dengan tanganku saat ia lewat begitu saja di depanku
“apa?” ucap revan jutek
“ada yang pengen aku omongin”
“mau ngomongin apa lagi? Bukannya semua sudah jelas?”
“buatku ini belum jelas rel”
“aku engga ada waktu!” ucap farel sambil berjalan pergi melewatiku
“sebentar aja rel, please” pintaku memohon sambil memegang erat tangannya mencegahnya pergi
“cukup ra, cukup! Aku udah capek sama kamu. Ngerti engga sih?” bentak farel sambil menghempaskan tanganku dari tangannya
“apa?” ucap revan jutek
“ada yang pengen aku omongin”
“mau ngomongin apa lagi? Bukannya semua sudah jelas?”
“buatku ini belum jelas rel”
“aku engga ada waktu!” ucap farel sambil berjalan pergi melewatiku
“sebentar aja rel, please” pintaku memohon sambil memegang erat tangannya mencegahnya pergi
“cukup ra, cukup! Aku udah capek sama kamu. Ngerti engga sih?” bentak farel sambil menghempaskan tanganku dari tangannya
Lagi lagi air mataku menetes,
sungguh sangat sakit di bentak dan di perlakuin kasar seperti itu, tapi aku
mengerti kedaan saat itu, dia masih sangat emosi
‘aku minta maaf, tolong jangan marah
padaku lagi” aku mencoba tersenyum tapi tetap saja air mata tetap menetes pada
pipiku ini “aku janji engga akan pernah lagi mengungkit-ungkit masa lalu kamu
lagi, aku engga akan bertanya soal dia lagi rel”
farel tidak menjawab ucapanku, ia hanya mengangguk dan menatap mataku, tangannya mengusap air mataku. Ia pernah bilang kalau ia engga tega melihat air mataku jatuh apalagi di depan matanya. Kemudian ia memelukku hingga perasaanku merasa baikan
farel tidak menjawab ucapanku, ia hanya mengangguk dan menatap mataku, tangannya mengusap air mataku. Ia pernah bilang kalau ia engga tega melihat air mataku jatuh apalagi di depan matanya. Kemudian ia memelukku hingga perasaanku merasa baikan