Sunday, September 28, 2014

Melepasnya Tak Mudah, Tapi Sakit Itu Nyata



Melepasnya, seseorang yang sangat amat aku cintai bukanlah hal yang mudah buatku, terlebih semakin hari rasa sayang itu semakin bertambah. Bahkan untuk tidak mengingatnya sehari saja aku tak sanggup, bayangannya selalu muncul setiap saat. Begitu sering terlintas kenangan antara aku dan dia. Bukan sedikit tapi sangat baanyak kenangan yang aku dan dia lakukan. Cukup menguras otak untuk berpikir bagaimana caranya melupakan dia, ia dia seseorang yang sudah kurang lebih menemaniku selama satu tahun lamanya, menemaniku disaat aku benar-benar terpuruk,  mengulurkan tangannya agar aku bisa berdiri, membantuku menopang tubuhku agar aku tak jatuh di dunia yang kejam ini. Ia dia, dia yang selaluu ada disampingku saat senang maupun sedih dan dia juga yang membuatku bertahan di tanau rantau.

 Aku tahu seharusnya aku berterimakasih banyak padanya, karena banyak melakukan hal-hal yang membuatku menjadi wanita yang dewasa, tapi sakit tetaplah sakit. Dia sudah berpura-pura mencintaiku, berpura-pura menyayangiku dengan tulus, tapi nyatanya yang ia cintai hanya masa lalunya. Aku tak tahu dia menganggapku apa selama ini, apakah aku hanya pelarian? Atau aku hanya boneka yang bisa seenaknya ia ajak main dan ditinggalkan jika sudah bosan?

            Rasanya aku ingin berbicara empat mata padanya, meminta penjelasan yang seharusnya dijelaskan, aku ingin ia menjawab pertanyaan yang selama ini selalu mengganggu dalam benakku. Tapi aku tak sanggup lagi bicara padanya, rasa benci itu ada, rasa sakit itu tetap ada.  Aku muak berbicara dengannya lagi, rasanya aku tak ingin lagi melihat wajahnya, lagipula aku sudah bisa menerka-nerka jawaban dari pertanyaanku sendiri, aku tahu ia hanya berpura-pura selama ini.  Kalau boleh meminta aku tak ingin bertemu dengannya lagi. Tapi apa daya? Kami dipertemukan bukan untuk dipisahkan saat ini, aku dan dia harus bersabar lebih banyak untuk tetap bertemu selama tiga tahun kedepan, aku cuma bisa  berharap luka ku cepat sembuh dan aku bisa bertahan lebih lama untuk masih tetap menatap matanya setiap hari

            Aku tahu di dalam lubuk hatiku yang paling dalam meskipun aku membencinya karena perbuatannya selama ini padaku aku masih sangat mencintainya, tanpa berkurang sedikitpun rasa cinta itu. Tapi, aku tak bisa menerima perbuatannya gitu aja, dendam itu ada, sakit itu juga ada, dan itu sangat nyata. Aku tahu dendam dan membenci tak ada gunanya justru hanya membuat aku semakin sakit. Saat ini aku hanya berserah padamu yaAllah, tolong beri aku ketenangan hati, jadikan aku termasuk orang-orang yang ikhlas. Aamin Allahuma Aamin.

Aku mencintainya Sekaligus Membencinya



Entah ini yang keberapa kali air mata ini menetes karena orang yang sama orang yang dulunya benar-benar sangat aku cintai dan aku berikan seluruh dari yang aku punya untuknya. Tapi lagi lagi dia malah menyia-nyiakan semuanya dia justru malah menghancurkan semua yang telah kupasrahkan padanya. Aku sadar hubungan percintaan tidak selalu berjalan lancar tapi apakah salah jika aku selalu bermimpi mempunyai kekasih yang bisa menjadi apa yang aku impikan? Aku memimpikan laki-laki yang tak pernah menorehkan segores luka pada haatiku meskipun itu hanya sedikit. Tapi dia? Berkali-kali hatiku ditorehkan luka mungkin sekarang hatiku sudah tertutup oleh goresan luka yang dipenuhi lebam dimana-mana. Jujur saja aku sekarang sudah mati rasa, aku sudah tidak bisa mencintai orang lain selain “dia” kusebut dia sebagai perusak hati, dia merusak hatiku tanpa memberikan obat sebelum dia pergi dan mungkin takkan pernah kembali, dia pergi dengan mantaan kekasihnya.

Aku tahu masalalu akan selalu kalah dengan masa sekarang karena masa lalu hadir di belakang. Tapi bukankah kenangan itu ada? Dan akhirnya kenangan itulah yang memanggil dia untuk menengok kembali masa lalunya. Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus pasrah melihat seseorang yang aku cintai menengok kebelakang dan kembali dengan masa lalunya? Apakah aku harus ikhlas? Aku juga seorang perempuan yang memiliki rasa sakit hati, rasanya pedih sekali, tubuhku gemetar saat aku mengetahui hal itu. aku tak percaya ini semua terjadi padaku, aku tak percaya semuanya jadi hancur berantakan. Aku masih sangat mencintainya. Sejujurnyaa aku belum bisa menerima semua kenyataan ini, ini terlalu pahit kuaikui aku dendam dan ingin membalas semua yang pernah dia lakukan terhadapku, aku mencintainya sekaligus membencinya.

Tapi ketika aku sadar membenci adalah bukan cara yang tepat untuk mengeringkan luka saat itulah aku memutuskan untuk tidak mementingkan perasaanku sendiri, aku hanya tak ingin terlihat egois jika terus-terusan membenci pria yang pernah mengecewakanku, sejujurnya aku juga ikut andil dalam kesalahan-kesalahan yang kami berdua perbuat. Tidak pantas rasanya jika aku hanya menyalahkannya dan aku sendiri tidak merasa bersalah sedikitpun. Kami berdua salah, dan rasanya juga tidak adil jika aku membenci dan menaruh dendam padanya. Aku tahu, disini aku yang paling tersakiti. dan tidak munafik, aku juga sangat kecewa dan sejujurnya aku tak ingin menjalin hubungan baik dengannya lagi, tapi jika aku terus membencinya itu takkan mengeringkan luka bahkan malah memperparah sakitnya.

Saat ini aku hanya berharap lukaku cepat kering, tak ada lagi sakit saat melihatnya, tak ada lagi sakit saat mendengarnya bersama orang  lain, dan tak ada lagi sakit saat aku mengingat semua kenangan yang pernah kita lewati berdua. Aku tahu, luka takkan dengan cepat mengering tapi setidaknya aku telah mencoba mengikhlaskan semuanya meskipun itu butuh waktu yang panjang. Karena hanya dua cara untuk mengeringkan luka yaitu dengan memaksa menyiramkan alkohol atau di biarkan dengan sendirinya luka itu mengering entah sampai kapan keringnya.
aku lebih memilih cara yang pertama, karena dengan berjabat tangan dengannya menjalin sebuah hubungan pertemanan sama saja dengan memaksaku untuk menyiramkan alkohol di lukaku, rasanya sangat sakit. Tapi mau tidak mau, suka tidak suka itu adalah cara untuk mengeringkan luka dengan cepat. Dengan begitu aku tidak lagi merasa sakit yang berkepanjangan.


Simpan Saja Maafmu



Mengapa dengan mudahnya rasa sayang itu menghilang dari dirimu? Ataukah selama ini rasa sayang itu hanya kebohongan? Sakit rasanya mendengar kau tak lagi mencintaiku maupun menyayangiku, rasanya hatiku seperti disayat ribuan pisau bahkan air mataku memaksa untuk keluar dengan derasnya kalau boleh aku menamparmu aku akan melakukannya sekarang juga, aku ingin kamu juga merasakan sakitnya meskipun rasa sakit tamparan itu tidak sebanding dengan rasa sakit kata-kata “aku tak lagi menyangimu, maaf”

Maaf? Lelah rasanya aku mendengar kata-kata maaf darimu, lagi-lagi kau selalu memenuhi lebam di hatiku, lebih baik kamu simpan maafmu, jangan pernah berucap maaf lagi jika kau masih berniat mengacak-ngacak perasaanku. Kamu pikir kata maaf bisa menyembuhkan luka yang parah? Kamu pikir kata maaf bisa menyembuhkan lebam di hatiku? Kamu pikir kata maaf bisa membuat segalanya terlihat baik-baik saja? Kalau kamu berpikir seperti itu, kamu salah besar, maafmu takkan pernah bisa memulihkan semuanya seperti dulu lagi, luka itu nyata dan tak akan pernah bisa sembuh dengan kata-kata maaf dan ribuan penyesalanmu

Sungguh aku tak kuasa mendengar kata maafmu lagi, kalau boleh jujur rasanya aku sudah muak dengan kata-kata itu. Apakah harus ratusan kali kau mengucapkan kata maaf itu? Dan aku harus berapa ratus kali memaafkanmu? Kau tidak lelah? Aku saja yang mendengarnya sudah sangat lelah

Bukan Aku Lagi Tapi Dia



Akhirnya aku sampai pada tahap ini
posisi yang sebenarnya tak pernah ku bayangkan
aku terhempas begitu jauh
dan jatuh terlalu dalam

Kupikir langkahku sudah benar
jalan ini adalah yang terbaik
menyerah adalah jawaban yang ku pilih
meskipun sebenarnya aku masih ingin memperjuangkanmu

Hari-hariku yang tiba-tiba kosong
ternyata cukup membuat rasa tertekan dalam dadaku, sangat sesak
mungkin ini berlebihan, tentu saja kau anggap ini berlebihan
kau tak benar-benar berada di posisiku kan?

Aku pergi, bukan karena aku ingin berhenti mencintaimu
tapi karena tugasku untuk mencintaimu telah usai
aku pergi, bukan karena aku ingin melepasmu
tapi karena tugasku untuk menjagamu sudah tergantikan olehnya

Sekarang bukan aku lagi, tapi dia
seseorang yang amat sangat kamu cintai
seseorang yang begitu kamu hargai perasaannya
seseorang yang mungkin kamu sebut namanya dalam doa’mu

Iya, bukan aku lagi
aku kini hanya menjadi serpihan debu yang tak pernah lagi kau hargai perasaannya

Friday, September 26, 2014

Karena Cinta Kami Buntu...



Aku selalu mencoba mempertahankan hubunganku dengannya dengan sekuat tenaga, berbagai cara telah aku tempuh agar aku dan dia masih bisa bersatu. Aku berusaha untuk merubah sifat egoisku, meredam amarahku, menyembunyikan rasa cemburuku yang terbakar api, merubah sifat manjaku dan melakukan setiap apa yang ia inginkan, bahkan aku merasa bukan menjadi diriku sendiri.

Setiap kami berbenturan aku selalu mencoba untuk mengalah agar salah satu diantara kami tidak ada yang hancur, aku selalu mengingat kata yang ia selalu ucapkan padaku yaitu “batu di adu batu akan ada yang hancur, meskipun hanya salah satu yang hancur, tetapi dua-duanya akan merasa sakit” kata-kata itu yang selalu terngiang dalam benakku saat kami berbenturan. Itulah sebabnya lebih baik aku mengalah sebelum ada salah satu diantara kita hancur dan juga sebelum diantara kita sama-sama sakit

sampai tiba saatnya semua cara yang aku lakukan tak bisa membuatnya bertahan lebih lama disampingku, semua cara yang ku usahakan nihil. Dan sampai akhirnya kami berbenturan lebih keras tak ada lagi cara yang bisa ku lakukan, aku telah  kehabisan cara untuk mempertahankan hubungan ini, jalan damai sudah tak bisa lagi di tempuh dan aku memilih pergi, aku memilih pergi bukan karena aku tidak mencintainya lagi, tapi karena aku tak ingin ia terus-terusn terbebani olehku
jadi lebih baik aku memilih pergi, karena cinta kami buntu~
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com