Saat
ini, bahkan detik ini juga tak ada sedikitpun rasa yang berkurang. Sekuat apapun usahaku untuk melepas, sekuat itu juga
rasa yang terus melekat. Tiap detik aku mencoba untuk membencimu, tapi nyatanya
hanya perasaan rindu yang makin menjadi. Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin aku
masih mencintai laki-laki yang bahkan sudah mengatakan kata-kata kasar yang tak
sepantasnya dikatakan pada seseorang wanita yang rapuh? Masih teringat jelas
saat aku memutuskan untuk membencimu, perasaan sakit yang aku dera selama
beberapa minggu, namun perasaan itu tertutup oleh rasa candu ingin bersua
denganmu. Kedua tangan ini tak kuasa untuk tak memeluk tubuh yang ringkih itu,
karena bagiku kau hanya laki-laki lemah yang membutuhkan tanganku untuk
memapahmu jalan kedepan.
Pada
detik berikutnya, perasaan itu masih sama. Sakitnya pun jua. Kemana aku harus
mencarimu? Kau menghilang, seakan-akan lenyap dari bumi ini. Kabarmu adahal hal
terlangka yang kudapat saat ini. Kemana kamu? Apakah kamu baik-baik saja?
Apakah kamu menjalani harimu dengan nyaman? Ribuan pertanyaan beradu
dikepalaku. Pada siapa harus kutanyakan? Padamu yang bahkan sudah tak ingin
menemuiku? Padamu yang jua tak ingin aku muncul pada layar handphonemu? Lalu
pada siapa lagi? Aku hanya tak ingin mengganggu waktumu.
Beberapa
hari ini aku bermimpi tentangmu. Aku tak mengerti apa maksudnya, andai saja
mimpi itu pertanda bahwa kau ingin mengatakan padaku “aku baik-baik saja,
jangan khawatir” rasanya aku ingin terus bermimpi meski dalam kehidupan nyata
kau sudah jauh melupakan aku. Tak apa, setidaknya aku bersyukur kau masih
bersedia datang untuk menemani malamku yang kesepian. Rasanya tak ingin bangun
pada saat yang tepat aku sedang memperhatikan wajahmu dengan jelas, aku tak
ingin bangun pada saat kau tersenyum, berbicara, bahkan berlalu melewatiku.
Sungguh, itu tak apa. Aku sangat bahagia berada di mimpi-mimpi menyenangkan
itu. Jadi, tolong jangan lenyap juga dalam mimpiku
Perlahan
mungkin kau sudah melangkahkan kakimu jauh dari diriku. Namun, sebelum
benar-benar jauh. Aku hanya ingin bilang, aku tak membencimu sedikitpun,
perasaan kesal yang kurasa saat kau menaruh bom pada jantungku sudah kulupakan.
Aku masih bisa benapas lega sampai sekarang. Dan juga, maaf jika tak bisa
berada disisimu lagi, bukan tak mau tapi rasanya aku sudah terlalu lama mengganggumu,
menghentikan langkahmu, dan aku tahu bahwa aku tak pantas berada disampinmu.
Aku tak marah lagi, perasaanku sudah penuh dengan rasa rindu. Jadi, jangan
merasa bersalah akan waktu itu. Terimakasih sudah memelukku selama tiga tahun
ini, membantuku berjalan, menemaniku, menangis bersama, mengusap air mataku
yang bahkan aku tak suka kau melakukan itu, terimakasih banyak atas hal hal
yang tak bisa ku sebutkan karena buatku, kau telah banyak membuat hidupku
sangat bahagia. Jadi, aku mohon berbahagialah untukku, carilah seseorang yang
cintanya lebih besar dari cintaku padamu. Sungguh aku hanya ingin engkau
bahagia, itu saja”
Kepada
kamu yang mungkin sudah lebih dulu melupakanku, izinkan aku untuk tetap
mengirim doa terbaik untukmu. Sebab, aku tak bisa berhenti untuk tidak
khawatir. Aku hanya ingin engkau menjalani hidupmu dengan nyaman. Izinkan juga
untuk aku tetap mencintaimu sampai waktu yang tak bisa kuketahui. Mungkin selamanya,
atau kau akan tergantikan dengan laki-laki yang menggantikan posisimu dihatiku.
Entahlah, aku hanya ingin terus menyayangimu saat ini dengan doaku.
Bolehkah
aku juga sesekali merindukanmu? Iya, aku tahu itu adahal hal konyol. Sebab, itu
hanya akan menyakitiku sendiri. Tapi, bagaimanapun juga kau adalah laki laki
yang selama bertahun-tahun menemaniku, bagaimana mungkin aku bisa dengan mudah
terbiasa tanpamu? Pasti aku akan merindukanmu kelak. Kumohon jangan keberatan,
sebab aku akan melakukannya diam-diam. Kau tak perlu tahu, kau hanya akan
menjalani kehidupan yang sempurna tanpa terluka.
Kepada
kamu yang mungkin sudah lebih dulu melupakan, aku tak menyalahkan kamu jika itu
memang terjadi. Bisa saja itu salahku , yang tak bisa membuatmu nyaman berada disampingku
hingga kau ingin berlari sejauh mungkin dari pandanganku. Atau mungkin aku tak
pandai membuat kenangan yang sulit dilupakan. Ahhh, aku memang sangat
membosankan kan? Tentu saja, kalau tidak bagaimana mungkin engkau pergi dengan
mudahnya. Sudah kubilang, taka pa jika kau melakukan itu, karena bagiku kau
sudah berlaku jujur untuk berani pergi. Mengaku bahwa perasaan itu sudah tandas
dan tak perlu ada yang dipertahankan lagi. Maafkan aku.
Ai,
ijinkan aku memanggil namamu ketika aku tak kuasa menahan sesaknya rindu. Bukan
ingin mengganggu. Hanya saja, mungkin ketika memanggil namamu napasku kembali
membaik. Kau tak perlu merindukanku (juga)
tenang aja, ini hanya sementara sampai aku benar-benar lupa,dan juga kau
jangan cemburu jika namamu tak lagi kupanggil, sebab mungkin aku akan memanggil
nama orang lain yang akan kusebut dalam doaku. Bukan maksud melupakanmu, namun
kau tau kita tak mungkin berada di dalam lubang yang gelap terus menerus, kan?
Aku
tak ingin mengucapkan kata perpisahan, karena kita tak benar-benar berpisah.
Kita masih menginjak bumi yang sama, hanya saja kita tak lagi punya tujuan yang
sama. Perpisahan sebenarnya menurutku adalah ketika kita sudah berbeda dunia.
Saat ketika kita sama sama merindukan seseorang tapi bagaimanapun caranya untuk
bersua tak bisa diwujudkan. Aku berharap, perpisahan kita nanti seperti itu.
Entah siapa yang lebih dulu, aku atau kamu harus benar-benar siap mengucapkan
kata perpisahan
Senin,
3 April 2017