Sunday, April 9, 2017

Untuk Kamu yang Mungkin Sudah Banyak Melupakan…


Saat ini, bahkan detik ini juga tak ada sedikitpun rasa yang berkurang. Sekuat  apapun usahaku untuk melepas, sekuat itu juga rasa yang terus melekat. Tiap detik aku mencoba untuk membencimu, tapi nyatanya hanya perasaan rindu yang makin menjadi. Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin aku masih mencintai laki-laki yang bahkan sudah mengatakan kata-kata kasar yang tak sepantasnya dikatakan pada seseorang wanita yang rapuh? Masih teringat jelas saat aku memutuskan untuk membencimu, perasaan sakit yang aku dera selama beberapa minggu, namun perasaan itu tertutup oleh rasa candu ingin bersua denganmu. Kedua tangan ini tak kuasa untuk tak memeluk tubuh yang ringkih itu, karena bagiku kau hanya laki-laki lemah yang membutuhkan tanganku untuk memapahmu jalan kedepan.

Pada detik berikutnya, perasaan itu masih sama. Sakitnya pun jua. Kemana aku harus mencarimu? Kau menghilang, seakan-akan lenyap dari bumi ini. Kabarmu adahal hal terlangka yang kudapat saat ini. Kemana kamu? Apakah kamu baik-baik saja? Apakah kamu menjalani harimu dengan nyaman? Ribuan pertanyaan beradu dikepalaku. Pada siapa harus kutanyakan? Padamu yang bahkan sudah tak ingin menemuiku? Padamu yang jua tak ingin aku muncul pada layar handphonemu? Lalu pada siapa lagi? Aku hanya tak ingin mengganggu waktumu.

Beberapa hari ini aku bermimpi tentangmu. Aku tak mengerti apa maksudnya, andai saja mimpi itu pertanda bahwa kau ingin mengatakan padaku “aku baik-baik saja, jangan khawatir” rasanya aku ingin terus bermimpi meski dalam kehidupan nyata kau sudah jauh melupakan aku. Tak apa, setidaknya aku bersyukur kau masih bersedia datang untuk menemani malamku yang kesepian. Rasanya tak ingin bangun pada saat yang tepat aku sedang memperhatikan wajahmu dengan jelas, aku tak ingin bangun pada saat kau tersenyum, berbicara, bahkan berlalu melewatiku. Sungguh, itu tak apa. Aku sangat bahagia berada di mimpi-mimpi menyenangkan itu. Jadi, tolong jangan lenyap juga dalam mimpiku

Perlahan mungkin kau sudah melangkahkan kakimu jauh dari diriku. Namun, sebelum benar-benar jauh. Aku hanya ingin bilang, aku tak membencimu sedikitpun, perasaan kesal yang kurasa saat kau menaruh bom pada jantungku sudah kulupakan. Aku masih bisa benapas lega sampai sekarang. Dan juga, maaf jika tak bisa berada disisimu lagi, bukan tak mau tapi rasanya aku sudah terlalu lama mengganggumu, menghentikan langkahmu, dan aku tahu bahwa aku tak pantas berada disampinmu. Aku tak marah lagi, perasaanku sudah penuh dengan rasa rindu. Jadi, jangan merasa bersalah akan waktu itu. Terimakasih sudah memelukku selama tiga tahun ini, membantuku berjalan, menemaniku, menangis bersama, mengusap air mataku yang bahkan aku tak suka kau melakukan itu, terimakasih banyak atas hal hal yang tak bisa ku sebutkan karena buatku, kau telah banyak membuat hidupku sangat bahagia. Jadi, aku mohon berbahagialah untukku, carilah seseorang yang cintanya lebih besar dari cintaku padamu. Sungguh aku hanya ingin engkau bahagia, itu saja”

Kepada kamu yang mungkin sudah lebih dulu melupakanku, izinkan aku untuk tetap mengirim doa terbaik untukmu. Sebab, aku tak bisa berhenti untuk tidak khawatir. Aku hanya ingin engkau menjalani hidupmu dengan nyaman. Izinkan juga untuk aku tetap mencintaimu sampai waktu yang tak bisa kuketahui. Mungkin selamanya, atau kau akan tergantikan dengan laki-laki yang menggantikan posisimu dihatiku. Entahlah, aku hanya ingin terus menyayangimu saat ini dengan doaku.

Bolehkah aku juga sesekali merindukanmu? Iya, aku tahu itu adahal hal konyol. Sebab, itu hanya akan menyakitiku sendiri. Tapi, bagaimanapun juga kau adalah laki laki yang selama bertahun-tahun menemaniku, bagaimana mungkin aku bisa dengan mudah terbiasa tanpamu? Pasti aku akan merindukanmu kelak. Kumohon jangan keberatan, sebab aku akan melakukannya diam-diam. Kau tak perlu tahu, kau hanya akan menjalani kehidupan yang sempurna tanpa terluka.

         Kepada kamu yang mungkin sudah lebih dulu melupakan, aku tak menyalahkan kamu jika itu memang terjadi. Bisa saja itu salahku , yang tak bisa membuatmu nyaman berada disampingku hingga kau ingin berlari sejauh mungkin dari pandanganku. Atau mungkin aku tak pandai membuat kenangan yang sulit dilupakan. Ahhh, aku memang sangat membosankan kan? Tentu saja, kalau tidak bagaimana mungkin engkau pergi dengan mudahnya. Sudah kubilang, taka pa jika kau melakukan itu, karena bagiku kau sudah berlaku jujur untuk berani pergi. Mengaku bahwa perasaan itu sudah tandas dan tak perlu ada yang dipertahankan lagi. Maafkan aku.
Ai, ijinkan aku memanggil namamu ketika aku tak kuasa menahan sesaknya rindu. Bukan ingin mengganggu. Hanya saja, mungkin ketika memanggil namamu napasku kembali membaik. Kau tak perlu merindukanku (juga)  tenang aja, ini hanya sementara sampai aku benar-benar lupa,dan juga kau jangan cemburu jika namamu tak lagi kupanggil, sebab mungkin aku akan memanggil nama orang lain yang akan kusebut dalam doaku. Bukan maksud melupakanmu, namun kau tau kita tak mungkin berada di dalam lubang yang gelap terus menerus, kan?
Aku tak ingin mengucapkan kata perpisahan, karena kita tak benar-benar berpisah. Kita masih menginjak bumi yang sama, hanya saja kita tak lagi punya tujuan yang sama. Perpisahan sebenarnya menurutku adalah ketika kita sudah berbeda dunia. Saat ketika kita sama sama merindukan seseorang tapi bagaimanapun caranya untuk bersua tak bisa diwujudkan. Aku berharap, perpisahan kita nanti seperti itu. Entah siapa yang lebih dulu, aku atau kamu harus benar-benar siap mengucapkan kata perpisahan


Senin, 3 April 2017

Wednesday, October 21, 2015

Kenapa sih lo gabung di IMAMI (Ikatan Mahasiswa Minang)??

Kenapa sih lo gabung di IMAMI (Ikatan Mahasiswa Minang)??

Sebenarnya udah bosen banget dapet pertanyaan gini, tapi daripada gua jawab berulang-ulang mending jawab sedetail-detailnya disini. Gua masuk IMAMI waktu semester satu, waktu itu namanya masih HIMARAMI (Himpunan Mahasiswa Ranah Minang). Pernah engga sih elu ngerasa sendirian? Engga punya siapa-siapa yang bisa dijadikan teman, sahabat, keluarga? Saat itu, saat dimana gua baru merantau, saat dimana tiap hari merindukan keluarga dan menginginkan sosok keluarga hadir berada didekat kalian dan saat itu juga awal gua masuk imami. Awalnya ragu, jujur.. memangnya gua siapa yang berani-beraninya masuk kedalam ikatan minang? Darah minang aja engga mengalir dalam diri gua, walaupun sebenarnya gua tahu kalo kakek adalah orang Minang bersuku Piliang yang lahir di Payakumbuah tapi menikah dengan nenek asal dari batak, oleh sebabnya semenjak saat itu terputuslah darah minang dan abi gua bukanlah orang minang karena bagaimanapun juga suku akan diturunkan oleh ibu, jika ibunya tidak bersuku maka anaknya pun tidak bersuku. Oke skip...

Awalnya gua memang ngerasa asing banget, ketika sedang duduk atau ngumpul, mereka selalu berbicara bahasa Minang, sama sekali engga ngerti, kadang kesel sendiri bahkan sering kali gua nyeletuk “bahasa indonesia, please” saking gua bener-bener engga paham apa yang mereka bicarakan, berasa berada diluar planet udah gitu ngomongnya cepet banget lagi. tapi lama kelamaan gua sadar, ini kan Ikatan Mahasiswa Minang wajar kalo mereka berbicara pake bahasa daerah, mulai saat itu gua belajar memperhatikan mereka bicara, ngapalin kosa kata bahasa minang di google *alhamdulillah ini membantu banget* dan percakapan-percakapan, dan setiap ngumpul gua selalu dapet kosa kata baru. Awalnya emang susah buat ngapalin, tapi lama kelamaan tanpa ngapal kosa kata itu menempel sendirinya dikepala karena sering gabung sama mereka. Dan sekarang walaupun engga jago-jago banget, gua udah bisa bahasa minang. Setidaknya mengertilah apa yang mereka bicarakan jadi gua engga ngerasa kaya berada di planet luar lagi saat ngumpul bareng mereka. Dan bahasa minang itu engga cuma kata terakhir ditambahin O kaya orang-orang bilang, lumayan susah tapi engga sesusah apa yang dibayangkan. Untuk menambah lancar gua selalu coba mengaplikasikannya dengan chatting berbahasa Minang walaupun kadang masih acak-acakkan dan setiap chatting pun gua selalu dapet banyak kosa kata baru, terus juga gua selalu update status di segala sosial media pake bahasa Minang walaupun kadang suka salah mereka selalu ngoreksi dimana letak kesalahannya.

Oh iya singkat cerita, jadi waktu itu gua mau beli tas dan yang jual itu orang Minang, gua tahu dia orang Minang karena logatnya khas meskipun dia engga bicara dalam bahasa Minang. Dan gua berani-beraniin nanya pake bahasa Minang dan dia jawab juga pake bahasa Minang. Dan alhasil abis nanya-nanya asal darimana dan segala macamnya, tas yang tadi pengen gua beli diturunin drastis harganya. Keberuntungan memihak saat kita tahu bahasa daerah hahahahahha. Tapi bukan berarti gua menjual bahasa yang gua bisa, ini cuma keberuntungan :D

Orang minang kan gini, orang minang kan gitu??

Kadang suka bingung sama pandangan streotip yang udah membekas di telinga orang-orang. Ada saja anggapan miring soal orang minang, katanya beginilah, begitulah, tapi apakah kalian benar-benar tahu bagaimana orang minang sebenarnya? Bukankah kita tidak akan pernah tahu sebelum masuk ke dalamnya? Bukankah itu yang dinamakan suudzon? Selama gua gabung sama mereka, gua ngerasa fine-fine aja bahkan gua sendiri belajar banyak dari mereka. Mereka itu adalah keluarga gua disini, tanpa mereka seorang Zahra bak butiran debu yang kena angin terbang-terbangan *inilebay* tapi serius, dengan mereka gua selalu ketawa diberbagai kondisi bahkan disaat patah hatipun #eaaa.
Dan mereka juga engga pernah anggap gua beda, walaupun bukan orang Minang tapi mereka selalu menganggap gua bagian dari mereka, keluarga yang meskipun tidak mengalir disuku yang sama. Mereka selalu bilang “kalau ada-apa bilang kami ya, ra. Kita kan saudara” itu yang membuat gua yakin kalau saudara itu bukan hanya dari keluarga kandung, bahkan yang berbeda suku pun bisa anggap saudara, ahh jadi makin sayang sama mereka.

Lo kan kuliah di Aceh kenapa engga bisa bahasa Aceh malah bisanya bahasa Minang?

Jadi gini... Gua udah coba belajar bahasa aceh sebisa yang gua mampu tapi nyatanya ga segampang bahasa minang, bahasa Aceh itu sulit, sulit banget *nangis dipojokan sambil guling-guling*  gua udah coba sih ngapalin kosa kata bahasa Aceh dikit-dikit tapi engga selancar bahasa Minang yang gua pahami. Dua tahun gua disini lebih sering berinteraksi dengan orang Minang daripada sama orang Aceh, jadi wajar aja kalo lebih bisa bahasa yang sering berinteraksi. Masih ada dua tahun untuk bisa bahasa Aceh, semangaaaaaaaatt ^_^


Nah sekarang udah tahu kan kenapa gua gabung di imami? Masih banyak sih alasan lain, tapi daripada kalian capek bacanya karena kepanjangan *itupun belom tentu dibaca* jadi sampai disini aja~ pesan gua, “dima bumi dipijak, disinan langik dijunjuang” Peribahasa yang memiliki arti dalam kehidupan sehari-hari kita harus menghormati atau mematuhi adat-istiadat dimana tempat kita tinggal. Jadi, dimana pun berada dan dimanapun lo berinteraksi, kita harus menghormati segala suku dimana pun kita tinggal. Sebagai tamu kita harus pandai bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, jangan pernah merasa suku sendiri paling baik dari suku yang lain agar tidak terjadi perperangan suku #eaaa

Sekian,

Saturday, October 17, 2015

Tuesday, October 13, 2015

Terimakasih, Maaf, dan Selamat Tinggal

Terimakasih, Maaf, dan Selamat Tinggal

Kupikir ini adalah yang terakhir, ternyata aku salah. Semuanya memang tak bisa benar-benar dipercaya. Setelah ini, aku takkan percaya lagi apapun itu segala hal yang menawarkan kebahagian sesaat. Kini aku merasakan sakit yang kupikir aku takkan pernah menangis lagi, ternyata aku memang salah besar. Cinta memang selalu menimbulkan berbagai luka. Aku takkan mencinta lagi, sebab aku hapal betul bagaimana alurnya. Bahagia diawal kemudian sesak di akhir. Untuk saat ini, biarkanlah waktu yang memudarkannya, biarkan segala hal yang menyakitkan hilang ditelan masa.

Aku lelah,

bagaimana mungkin orang yang menyembuhkan luka malah kini menimbulkan luka baru yang lebih parah?
bagaimana mungkin orang yang tak suka melihat wanita menangis kini malah membuat air mataku jauh lebih deras?
bagaimana mungkin orang yang kupikir adalah sumber bahagia justru malah kini sumber kesakitan?

bagaimana mungkin?

Aku sama sekali tidak marah, hanya saja sedikit kecewa. Hal yang paling ku takuti terulang lagi, bukankah sudah berkali-kali aku bilang jangan pernah melakukan hal itu? Sungguh, perbuatan itu tak bisa kuterima dengan lapang dada.
kembalinya kau bersama dia memang pernah ku bayangkan sebelumnya dan sakitnya begitu nyata, dan kini semuanya menjadi kenyataan, bahkan jauh lebih sakit dari yang ku bayangkan.
Sadarkah bahwa ini adalah hati yang bisa patah?

Aku pernah memberi hatiku sepenuhnya, tanpa separuh dengan luka yang masih ada kemudian kau dengan berbaik hati menyembuhkannya tanpa ada satu gorespun yang tersisa. Tapi kini kau mengembalikannya dengan berbagai lebam baru, lalu pada siapa lagi aku menyembuhkannya?

Ah, sudahlah..

Sungguh, aku ingin menutup hatiku,

Aku lelah terluka lagi, lagi, dan lagi. Seakan hati tak layak untuk bahagia.

Maaf, untuk menutupnya. Jika kau ingin pergi kunci lah dari luar sama seperti yang ia (masa laluku) lakukan  dan buang kunci itu dimanapun terserahmu, aku hanya tak ingin membukanya lagi. Sebab bagaimanapun akhirnya luka tetaplah luka. Entah bagaimana menyembuhkannya, semua memang sudah seperti itu adanya.

Terimakasih atas sesaatnya, sebab bagaimanapun juga sesaat itu  telah membuat aku tersenyum bahagia. Iya, meskipun hanya sesaat.
dan, maaf jika aku harus pergi, sebab bagaimanapun juga rasa itu masih ada dan sakit itupun masih nyata. Jika aku terus berada disini, entah harus berapa sayatan lagi yang aku torehkan dihati ini.


Terimakasih, maaf, dan selamat tinggal

Sunday, October 4, 2015

Kepada yang Baru dan Kuharap yang Terakhir...

Kepada yang Baru dan Kuharap yang Terakhir...
Mengapa aku selalu berada diantara dua orang yang cintanya belum habis? Terperangkap disana hingga tak tahu jalan keluar,
Ingin pindah tapi sudah sayang,
Ingin pergi tapi sudah cinta,
Ingin berlalu tapi tak mau,
Mengapa?
Ini untuk kedua kalinya dan kuharap tak sesakit yang lalu. Matanya selalu meyakinkan tapi keraguan selalu menggerogoti kepercayaan.
Bagaimana bisa?
Aku tahu, aku pernah mengalaminya, berkutat dengan pertengkaran yang disebabkan oleh masa lalu kemudian ditinggalkan tanpa merasa bersalah. Tapi bukan berarti hatiku masih kuat untuk dibanting, bukan?
Lalu bagaimana aku bisa berdamai dengan rasa sakit lagi nantinya, jika yang lalu saja hampir membuatku sekejap mati?
Aku mulai mencintainya, memang
Dan, dia juga mencintaiku. Katanya. Tapi entah mengapa kata-kata yang keluar dari bibir laki-laki sulit dipercaya jika tak disertai dengan pembuktian
Aku memang percaya, tapi tak penuh. Tak sepenuhnya setelah saat itu..
Bukankah masa lalu harus dijadikan pelajaran?
Ketika aku memutuskan untuk menerima segala risiko yang terjadi nantinya, aku terpaksa membuka kotak memori lusuh berharap aku bisa mempelajari kesalahan yang lalu dan tak ingin kuulang lagi. Tapi ternyata air mata tak jarang menetes, mengapa masih sesakit ini?
Kepada yang baru dan kuharap yang terakhir, bisakah kau tak mengulangi kesalahan masa laluku? Pergi meninggalkanku dan kembali kepada masa lalunya? Bisakah?
Jika iya, percayalah... aku akan mencintaimu hingga akhir, tanpa jeda. Takkan kusia-siakan orang yang mencintaiku dengan tulus, takkan pernah. Sebab, aku tak ingin menyakiti.
Kuberi hatiku sepenuhnya, ada beberapa lebam yang masih membiru, tapi tak apa sebentar lagi akan sembuh dengan sendirinya setelah kehadiranmu. Asal kau tak menambah luka baru, kita akan bahagia.
Kepada yang baru dan kuharap yang terakhir, terimakasih sudah membuatku jatuh cinta lagi dan sudah membuktikan bahwa tak semua laki-laki sejahat itu. Terimakasih juga sudah sudi memapahku meski aku berjalan lambat terseok-seok.

Terimakasih untuk segalanya, untuk kamu dan untuk kita yang sedang berusaha bahagia
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com